Sesampainya di rumah, jantung dan otakku rasanya seperti mati. Bendera kuning yang ada di rumah dan bertuliskan nama AYAH??? Langsung ku masuk ke dalam rumahku. Terlihat semua wajah sedih dan isak tangis keluarga. Aku gak tahu kenapa dan apa yang terjadi, aku masih belum sadar. Rifki juga masih ada di dekatku. Dan berapa menit kemudian aku pingsan. Dalam tidur pingsanku, aku masih mendengar itu semua. Aku sadar perlahan – lahan, Rifki memberikanku air hangat. Bunda pun langsung menghampiri aku.
“ Monda, sayang.. Bunda mohon banget Monda ikhlas, ya. Ayah meninggal karena kebaikan, sayang” ucap bunda sambil menitihkan air mata. Detik itu juga aku rapuh banget. Gak tahu apa yang harus aku lakukan. Tatapan aku kosong. Bunda dan Rifki berusaha menyadarkan aku. Tak lama aku pingsan lagi. Bunda semakin panik dan menangisi aku pula. Tante Sani juga malah ikut – ikutan bunda.
“Bunda dan tante di depan saja, biar saya yang jaga Monda. Kasihan Monda kalau mendengar kata tante tadi, biar saya yang menenangkannya” ucap Rifki lembut sekali.
“Yasudah, bunda titip Monda, ya” jawab bunda. Tante dan bunda hendak kedepan. Eh, Rina dan Dian datang dan bersalaman serta berbela sungkawa dengan bunda. Mereka berdua pun melihat aku yang pingsan dan dijaga Rifki pun menghampiri aku.
“Ya, ampun. Rif, gimana keadaan Monda? Maaf gue baru datang, gue tahu ini dari Adnan. Tadi Adnan juga mau kesini dialagi dalam perjalanan” kata Rina sambil memasang ekspresi sedih.
“Gue mohon sama loe semua. Jangan buat Monda tambah drop lagi. Tadi gue ajak dia jalan ke Mall untuk ngilangin kesuntukan dia karena sidangnya dengan guru BP dan loe juga pada mojokin dia. Pas banget gue dan Monda pulang ya beginilah. Tadi Monda sempat siuman, tapi bundanya malah bilang lagi kalau ayahnya meninggal eh dia pingsan lagi” jawab Rifki.
“Iya, maaf. Gue ngaku salah. Gak semestinya gue dan Rina memperlakukan Monda kayak tadi. Tapi Rif, Monda gak kenapa – kenapa kan?” Tanya Dian.
“Monda hanya shock aja, nanti dia juga pulih kembali” jawab Rifki. Benar tak lama Rifki berkata kayak gitu, Monda sudah siuman. Rina dan Dian langsung memeluk sahabatnya itu, dalam pelukan Monda menangis sedih.
“Maafin sikap gue tadi ya, Mon. Gue turut berbela sungkawa, loe ikhlas kan melepas ayah loe?” Tanya Rina.
“Iya, Mon. Gue juga minta maaf. Sekarang loe gak usah ngerasa bersalah gitu ah, kepergian ayah loe bukan berarti hidup dan semangat loe juga hilang, kan?” tukas Dian.
“Gue pasti sangat merindukan sosok ayah gue yang sangat gue cinta!” jawabku sambil menangis.
wah keren juga nih ceritanya tapi kenapa cerita pengalaman hidup sang penulis dsoang??
BalasHapustar duluuu
BalasHapustunggu yang ke 6nya
hayyooo tebakk
ni ada berapa episode
ikut nimbrung ... heheh
BalasHapusklo bisa visit back my blog ...
http://slametromadhon-online.blogspot.com