"Welcome to my novel's"

Bagi kamu pecinta novel remaja khususnya ttg (perasaan) nih aul buat novel khusus unik, menarik, dan ada religiusnya juga loh,, makanya, baca terus series episode terbarunya___^

Minggu, 10 Oktober 2010

Kapas Cinta di Persahabatan eps. 4


Teeeeetttttsssss… Bel istirahat berbunyi sekaligus selesai mata diklat pertama. Aku keluar ruangan dan belajar Pkn. Aku ke ruang empat melihat apakah Sari masuk atau tidak. Baru setengah jalan mau ke ruang empat, eh Rifki udah nyamperin aku duluan. Tak lama Rina juga menghampiri aku dan Rifki.
“Monda,,!! Sari tadi gak masuk. Dia kemana sih? Gue telponin malah gak diangkat. Kedua kalinya malah dinonaktifkan” Tanya Rina penasaran.
“Iya, Mon. Padahal kita kan lagi ujian. Apa dia kesiangan? Atau sakit kali ya?” Tanya Rifki.
Aku tahu yang sebenarnya bahwa Sari udah gak mau lagi melanjutkan sekolahnya karena kehamilannya. Tapi aku sudah janji untuk menyimpan rahasia ini.
“Gue juga gak tahu, Bro. Apa mungkin kali dia sakit” jawabku seadanya.
Aku langsung melangkahkan kakiku ke arah taman sekolah untuk lebih konsentrasi belajar. Tapi lagi – lagi Rina mengikuti aku dan Dian juga ikut. Mereka masih penasaran pengen banget nanya tentang Sari ke aku.
“Monda, dengerin gue donk!! Loe tau kan Sari kenapa gak masuk? Loe jujur aja dengan kita” Tanya Dian sewot.
“Gue gak tahu, Yan. Gue juga gak dapet kabar dari Sari. Kenapa gak loe aja yang terus hubungin dia?” jawabku ketus.
“Gue tahu apa yang sedang loe sembunyiin. Dari kemarin – kemarin gue telponin ke rumah loe. Tapi kata bibi loe gak mau diganggu. Gue telpon Sari gak ada yang angkat. Gue tahu pasti loe punya masalah dengan Sari, kan?” ucap Rina.
Huft… Syukurlah. Aku kira dia tahu masalah yang sebenarnya. Ternyata mereka hanya menduga aku lagi musuhan dengan Sari.
“Ya, ampun. Rina dan Dian yang gue sayangi, harus gue ucap berapa kali sih? Gue gak ada masalah sedikitpun dengan Sari, dan gue juga gak tahu kabar Sari sampai sekarang. Kemarin gue gak mau diganggu karena gue lagi gak enak badan. Dan gue juga pesen ke bibi untuk gak terima tamu” jawabku.
“Termasuk kita? Jadi loe egois donk? Dan ternyata gue baru tahu loe gak tulus sahabatan dengan kita. Loe sakit aja kita gak boleh tahu? Mau loe apa sih?” ucap Dian marah.
“Dan begonya gue, mau berteman dengan loe” sambung Rina. Mereka langsung berbalik arah dan berlalu begitu saja tanpa senyum sedikit pun.
Kenapa mereka begitu, padahal mereka gak tahu sama sekali tentang apa yang terjadi. Dan sekarang aku harus menanggung sendiri. Rifki pun menghampiri aku dan menghibur wajah bosan aku.
“Udahlah, mungkin mereka hanya emosi aja. Mereka mungkin hanya ngetes loe apa loe itu setia atau tidak dalam pertemanan walau lagi ditimpa masalah berat ini. Loe pasti bisa!” ucap Rifki bijak banget.
“Iya, Rif. Thanks ya. Udah mau hibur gue. Loe udah belajar?”
“Gue udah belajar kok. Oh ya kalo loe mau cerita apa pun itu, gue siap menjadi pendengar sekaligus menjadi penyimpan rahasia yang baik. Tapi itu pun kalau loe berkenan”
“Iya Rif. Thanks banget loe udah mau ngerti keadaan gue. Gue ke kelas duluan ya”
            Aku pun berlalu dan meninggalkan Rifki yang lagi ngemil coki – coki di taman. Sekarang aku harus bagaimana? Rina dan Dian sudah salah paham gini. Gue capek kalau begini caranya. Apa gue harus jujur sama mereka? Tapi gak mungkin banget. Yang ada persahabatan yang udah dijalin selama tiga tahun ini hilang begitu saja. Aku gak mau itu terjadi. Aku sayang banget sama Rina, Dian dan juga Sari. Bel pun berbunyi dan ujian diklat kedua pun dimulai. Semoga aku bisa konsentrasi dengan baik.
            Sampai pada akhir gari ujian, Sari tak kunjung masuk. Aku dipanggil guru BP untuk menjadi sumber informasi tentang Sari. Aku sudah janji dengan Sari gak akan buka mulut dengan siapa pun. Tapi mereka tetap memaksa aku. Selagi aku disidang di ruang BP, Rina dan Dian dating juga sebagai saksi. Mereka malah menuduh aku yang sebenrnya tahu Sari bagaimana. Benar – benar harga diri aku dijatuhkan di depan guru BP. Sampai dua hari berturut – turut aku disidang terus sama guru BP. Karena tak tahan menyimpan ini sendirian, aku memikirkan tawaran Rifki. Saat pulang sekolah, aku dan Rifki ke Mall daerah Kuningan. Aku ceritakan semua. Rifki tampak serius dan kaget ketika mendengar pernyataan aku.
“Loe yakin dengan perkataan loe barusan? Jadi, dari kemarin – kemarin loe nyimpen in semua sendirian? Gue yakin loe setres berat”
“Iya, Rif. Habisnya baru sekarang gue gak tahan. Loe tahu sendiri di depan guru BP gue malah dijatuhin sama Dian dan Rina”
“Loe mau main gak? Kita ke Timezone, yuk. Loe lagi butuh refreshing tuh”
“Rif, loe emang sahabat gue yang bisa ngertiin gue banget”
            Aku pun menerima ajakan Rifki. Tapi, kenapa gue jadi deg – degan gini jalan sama Rifki? Ah, mungkin karena gue kagum aja sama Rifki karena dia bisa jadi badut gue saat gue jenuh.. Hahahahaha. Rifki pun membeli tiket permainan di Timezone. Kita bermain sampai lupa waktu gitu.
“Huft… Capek banget gue. Loe enak, Mon. Cuma maen yang ringan kayak anak kecil” ucap Rifki sambil menggandeng bahu aku.
“Eh, yang penting tiket bonusnya banyakan gue. Hahahaha.. By the way, makasih ya, Rif…” belum sempat melanjutkan Rifki langsung menggenggam tanganku dan memeluk aku erat banget, seperti enggan melepaskannya. Tak lama ia langsung menatapku tajam. Suerrrr banget aku deg – degan setengah mampus. Matanya Rifki emang paling TOP untuk menaklukkan cewek. Apa lagi Wika ampe klepek – klepek kali ya kalau ditatap kayak gini?
“Loe kenapa pucet gitu gue liatin?” ucap Rifki sambil senyum geli.
“Ah, kampr*t loe!! Gue takut gila loe liatin kayak gitu. Kenapa sih loe? Ada yang aneh sama gue?” jawabku sambil melepas genggaman tangannya Rifki dan langsung berbalik kebelakang dan berjalan santai. Dan ternyata Rifki menarik tanganku.
“Loe juga pasti ngerasain hal yang sama kayak gue? Loe jawab jujur Monda!” ucap Rifki.
Spontan aku mendengarnya. Hadduh, mengapa jadi kaku gini? Padahal tadi biasa aja? Monda, kamu pasti mimpi dan salah nangkep pembicaraan deh. Tapi hati aku juga kenapa jadi gini. Seakan – akan aku lagi jatuh….. Astaga!!!! Jatuh cinta??? Sama Rifki??? Oh My God,, No!!!!!!! kau refleks langsung melepaskan tanganku.
“Kita pulang sekarang, yuk. Gue udah capek banget” rayu aku kayak anak kecil.
“Ya, deh. Emang loe udah kelihatan capek tuh!” jawab Rifki sambil menghampiri aku dan kita langsung pulang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar