"Welcome to my novel's"

Bagi kamu pecinta novel remaja khususnya ttg (perasaan) nih aul buat novel khusus unik, menarik, dan ada religiusnya juga loh,, makanya, baca terus series episode terbarunya___^

Jumat, 19 November 2010

Kapas Cinta di Persahabatan eps. 7


Saat diperiksa dokter, aku mengalami depresi yang cukup parah. Dan saat dokter keluar dari ruanganku, Rifki langsung menghampirinya.
“Loe?? Enggar, gue harap loe lupain dulu kekesalan loe sama gue, tapi gue cuma mau yang terbaik untuk Monda” Tanya Rifki.
“Jadi ini korban loe selanjutnya setelah adik gue?” ucap Dr. Enggar dengan penuh tatapan tajam. Dalam situasi ini tak ada yang mengerti kecuali Rifki dan Enggar.
“Please, banget gue bisa jelasin semuanya ke loe. Tapi untuk kali ini saja, Enggar. Bagaimana keadaan Monda?” tanya Rifki dengan sangat mohon.
“Ikut gue, tapi hanya loe” jawab Dr. Enggar. Dan Rifki pun mengikutinya ke ruangan pribadi Enggar, dan mengisyaratkan yang lainnya agar tetap tenang.
“Disini gue mau loe jujur sama gue, apa maksud loe waktu itu nyakitin adik gue? Apa loe gak punya perasaan…..” ucap Enggar yang baru bicara dan dipotong oleh Rifki.
“Loe gak tahu kejadian yang sebenarnya, karena loe gak ada di lokasi kejadian. Gue berani bersumpah gue gak pernah sakitin adik loe itu. Waktu itu gue habis pulang dari bascamp band, dan gue telpon adik loe. Waktu itu dia bilang dia lagi sama Danu, setelah itu suaranya putus – putus dan udah gak ada telpon lagi, gue telpon juga gak bisa. Gue kira baterai handphone dia habis.Dan saat gue mau ke ATM, gue lihat adik loe Fatma manggil gue, yaudah gue samperin dia. Dan ternyata gue yang kena jebakan Danu, Danu mukulin gue dan didepan mata gue Danu melakukan hal itu. Saat itu gue gak sadar, Enggar. Dan ya adik loe udah seperti yang waktu itu loe lihat sendiri” jawab Rifki tenang.
“Loe pikir gue percaya omong kosong loe? Nihil!! Loe kenapa baru membela diri sekarang? Kenapa gak dari pertama? Loe hanya jadi pengecut dan pecundang!” ucap Enggar pedas.
“Mungkin sekarang loe masih belum percaya sama gue. Tapi gue yakin suatu saat loe akan percaya itu, termasuk Monda. Gue gak akan nyakitin dia dan gue akan tetap selalu sayang sama dia. Dan gue harap loe ngerti itu!!”
“Gue gak butuh janji loe yang hanya dimulut, buktiin kalo emang bener! Ok sekarang gue kasih tau keadaan Monda, loe tau gak sekarang Monda depresi berat dan gak bisa menerima sebuah masalah yang terlalu berat dulu. Kalau sampai Monda drop lagi, gue takut kondisinya makin melemah. Jadi tugas loe dan yang lain hanya menghibur Monda  dan memotivatornya, jangan bawa masalah kita ini ke pikirannya, dan ingat, gue gak mau loe nyakitin Monda, karena kalo loe berani nyakitin dia, loe berhadapan langsung sama gue” ucap Enggar.
“Ok, gue tau apa yang harus gue perbuat, termasuk tidak menyakiti wanita yang gue sayang” jawab Rifki.
Mereka berdua pun keluar dari ruangan Dr. Enggar, dan Rifki berlalu ke arah ruangan Monda. Ketika Rifki membuka ruang rawat Monda, Dian dan Rina menghampirinya.
“Rif, gimana Monda?” tanya Dian.
“Ya, dia depresi berat, dan yang pentingnya lagi dia gak bisa menerima beban berat di pikirannya. Gue harap loe gak bertengkar kayak tadi lagi. Jangan kayak anak kecil yang hanya bisa bertengkar ajah” ucap Rifki.
“Ya, gue ngerti kok. Gue ngaku tindakkan gue tadi salah besar. Gue minta maaf Rif” tukas Rina.
“Iya gue juga ngaku salah berat sama Monda, gue gak ngerti dia disaat dia lagi down gini” sambung Dian.
“Loe minta maaf jangan ke gue nyonk!!! Percuma!! Sekarang loe hanya bisa menyesal tanpa lihat keadaaan temen loe itu? Mikir donk loe!!” jawab Rifki.

Kamis, 04 November 2010

Kapas Cinta di Persahabatan eps. 6


Saat penguburan, keluargaku semua ikut kepemakaman. Tapi hanya aku saja yang tidak ikut.. Rina, Dian dan Adnan ikut ke tempat pemakaman. Yang dari tadi menjaga aku hanya Rifki. Dikamarku aku hanya bisa menangis dan sekali – kali menyesali yang terjadi, Rifki berusaha menenangkan aku. Tak lama kemudian, Sari datang.
“Monda,…”
“Sari…. “ jawabku sambil menangis lagi dan rapuh dipelukan Sari.
“Loe sama siapa kesini, Sar?” Tanya Rifki.
“Gue sama Dika kok. Monda sayang, gue turut berduka cita ya, maaf gue telat datang. Tadi gue baru sampai dari Malaysia Dika nyuruh gue ikut dia. Dan loe tau gak…..” pembicaraan Sari terputus ketika Dian dan Rina datang.
“Sari???” ucap Dian dan Rina secara serempak.
“Loe? Jadi selama ini loe sudah ham… Gila loe, Sar. Gue juga gak nyangka sama loe Monda. Wajah loe polos tapi penuh dengan dusta. Gue kira persahabatan kita ini tulus ternyata nggak” ucap Rina pedas. Sedangkan Dian hanya berlipat tangan.
“Gak!! Ini gak seperti yang loe bayangin Rina!! Gue yang nyuruh Monda tutup mulut dan yang gue anggep sahabat tuh hanya Monda. Loe lihat aja yang sekarang, apa loe mau nerima teman kayak gue? Gue rasa nggak? Karena gue hamil kan? Karena gue tahu loe pasti gak mau nerima gue lagi. Yang bisa nerima dan bantu gue selama ini hanya Monda. Loe? Apa? Hanya bisa menggunakan teman saat loe susah. Giliran temannya yang susah, loe pada ada dimana?” jawab Sari dengan penuh emosi. Dalam posisi kayak ini aku gak tahu harus bilang apa? Semua ternyata ambruk jadi satu. Apa mereka seegois ini? Aku lagi dilanda duka cita yang mendalam, mereka malahan bertengkar di depan aku. Rifki langsung mengambil tindakan.
“STOOOOPPPP!!!!! Eh, sekarang loe yang pada mikir ya. Apa pantes loe yang disebut sahabat? Loe kalau mau bertengkar lihat situasi donk!! Gak kayak gini!! Loe kan udah tahu Monda lagi duka cita!!!” teriak Rifki. Aku baru lihat Rifki marah kayak gimana. Tapi dia sangat menolongku.
“Rif, loe gak tahu apa – apa jadi gak usah ikut campur!!” jawab Dian lantang. Aku pun berdiri dan bermaksud melerai mereka, tapi lagi – lagi aku terjatuh dan pingsan. Rifki langsung mengangkatku. Situasi agak mendingan. Rina dan Dian duduk bersampingan. Sedangkan Sari, Dika, Adnan, dan Rifki duduk bersampingan. Rifki tampak gerah melihat ini semua. Sudah tiga jam Monda tak kunjung sadar. Rifki langsung membawa Monda ke RS. Swasta terdekat dari rumah Monda. Sahabat – sahabatnya ikut. Bunda yang baru pulang dari pemakaman langsung panik. Tapi Tante Sani melarangnya pergi karena kondisi bunda juga lagi drop.

Senin, 11 Oktober 2010

Kapas Cinta di Persahabatan eps. 5


Sesampainya di rumah, jantung dan otakku rasanya seperti mati. Bendera kuning yang ada di rumah dan bertuliskan nama AYAH??? Langsung ku masuk ke dalam rumahku. Terlihat semua wajah sedih dan isak tangis keluarga. Aku gak tahu kenapa dan apa yang terjadi, aku masih belum sadar. Rifki juga masih ada di dekatku. Dan berapa menit kemudian aku pingsan. Dalam tidur pingsanku, aku masih mendengar itu semua. Aku sadar perlahan – lahan, Rifki memberikanku air hangat. Bunda pun langsung menghampiri aku.
“ Monda, sayang.. Bunda mohon banget Monda ikhlas, ya. Ayah meninggal karena kebaikan, sayang” ucap bunda sambil menitihkan air mata. Detik itu juga aku rapuh banget. Gak tahu apa yang harus aku lakukan. Tatapan aku kosong. Bunda dan Rifki berusaha menyadarkan aku. Tak lama aku pingsan lagi. Bunda semakin panik dan menangisi aku pula. Tante Sani juga malah ikut – ikutan bunda.
“Bunda dan tante di depan saja, biar saya yang jaga Monda. Kasihan Monda kalau mendengar kata tante tadi, biar saya yang menenangkannya” ucap Rifki lembut sekali.
“Yasudah, bunda titip Monda, ya” jawab bunda. Tante dan bunda hendak kedepan. Eh, Rina dan Dian datang dan bersalaman serta berbela sungkawa dengan bunda. Mereka berdua pun melihat aku yang pingsan dan dijaga Rifki pun menghampiri aku.
“Ya, ampun. Rif, gimana keadaan Monda? Maaf gue baru datang, gue tahu ini dari Adnan. Tadi Adnan juga mau kesini dialagi dalam perjalanan” kata Rina sambil memasang ekspresi sedih.
“Gue mohon sama loe semua. Jangan buat Monda tambah drop lagi. Tadi gue ajak dia jalan ke Mall untuk ngilangin kesuntukan dia karena sidangnya dengan guru BP dan loe juga pada mojokin dia. Pas banget gue dan Monda pulang ya beginilah. Tadi Monda sempat siuman, tapi bundanya malah bilang lagi kalau ayahnya meninggal eh dia pingsan lagi” jawab Rifki.
“Iya, maaf. Gue ngaku salah. Gak semestinya gue dan Rina memperlakukan Monda kayak tadi. Tapi Rif, Monda gak kenapa – kenapa kan?” Tanya Dian.
“Monda hanya shock aja, nanti dia juga pulih kembali” jawab Rifki. Benar tak lama Rifki berkata kayak gitu, Monda sudah siuman. Rina dan Dian langsung memeluk sahabatnya itu, dalam pelukan Monda menangis sedih.
“Maafin sikap gue tadi ya, Mon. Gue turut berbela sungkawa, loe ikhlas kan melepas ayah loe?” Tanya Rina.
“Iya, Mon. Gue juga minta maaf. Sekarang loe gak usah ngerasa bersalah gitu ah, kepergian ayah loe bukan berarti hidup dan semangat loe juga hilang, kan?” tukas Dian.
“Gue pasti sangat merindukan sosok ayah gue yang sangat gue cinta!” jawabku sambil menangis.

Minggu, 10 Oktober 2010

Kapas Cinta di Persahabatan eps. 4


Teeeeetttttsssss… Bel istirahat berbunyi sekaligus selesai mata diklat pertama. Aku keluar ruangan dan belajar Pkn. Aku ke ruang empat melihat apakah Sari masuk atau tidak. Baru setengah jalan mau ke ruang empat, eh Rifki udah nyamperin aku duluan. Tak lama Rina juga menghampiri aku dan Rifki.
“Monda,,!! Sari tadi gak masuk. Dia kemana sih? Gue telponin malah gak diangkat. Kedua kalinya malah dinonaktifkan” Tanya Rina penasaran.
“Iya, Mon. Padahal kita kan lagi ujian. Apa dia kesiangan? Atau sakit kali ya?” Tanya Rifki.
Aku tahu yang sebenarnya bahwa Sari udah gak mau lagi melanjutkan sekolahnya karena kehamilannya. Tapi aku sudah janji untuk menyimpan rahasia ini.
“Gue juga gak tahu, Bro. Apa mungkin kali dia sakit” jawabku seadanya.
Aku langsung melangkahkan kakiku ke arah taman sekolah untuk lebih konsentrasi belajar. Tapi lagi – lagi Rina mengikuti aku dan Dian juga ikut. Mereka masih penasaran pengen banget nanya tentang Sari ke aku.
“Monda, dengerin gue donk!! Loe tau kan Sari kenapa gak masuk? Loe jujur aja dengan kita” Tanya Dian sewot.
“Gue gak tahu, Yan. Gue juga gak dapet kabar dari Sari. Kenapa gak loe aja yang terus hubungin dia?” jawabku ketus.
“Gue tahu apa yang sedang loe sembunyiin. Dari kemarin – kemarin gue telponin ke rumah loe. Tapi kata bibi loe gak mau diganggu. Gue telpon Sari gak ada yang angkat. Gue tahu pasti loe punya masalah dengan Sari, kan?” ucap Rina.
Huft… Syukurlah. Aku kira dia tahu masalah yang sebenarnya. Ternyata mereka hanya menduga aku lagi musuhan dengan Sari.
“Ya, ampun. Rina dan Dian yang gue sayangi, harus gue ucap berapa kali sih? Gue gak ada masalah sedikitpun dengan Sari, dan gue juga gak tahu kabar Sari sampai sekarang. Kemarin gue gak mau diganggu karena gue lagi gak enak badan. Dan gue juga pesen ke bibi untuk gak terima tamu” jawabku.
“Termasuk kita? Jadi loe egois donk? Dan ternyata gue baru tahu loe gak tulus sahabatan dengan kita. Loe sakit aja kita gak boleh tahu? Mau loe apa sih?” ucap Dian marah.
“Dan begonya gue, mau berteman dengan loe” sambung Rina. Mereka langsung berbalik arah dan berlalu begitu saja tanpa senyum sedikit pun.
Kenapa mereka begitu, padahal mereka gak tahu sama sekali tentang apa yang terjadi. Dan sekarang aku harus menanggung sendiri. Rifki pun menghampiri aku dan menghibur wajah bosan aku.
“Udahlah, mungkin mereka hanya emosi aja. Mereka mungkin hanya ngetes loe apa loe itu setia atau tidak dalam pertemanan walau lagi ditimpa masalah berat ini. Loe pasti bisa!” ucap Rifki bijak banget.
“Iya, Rif. Thanks ya. Udah mau hibur gue. Loe udah belajar?”
“Gue udah belajar kok. Oh ya kalo loe mau cerita apa pun itu, gue siap menjadi pendengar sekaligus menjadi penyimpan rahasia yang baik. Tapi itu pun kalau loe berkenan”
“Iya Rif. Thanks banget loe udah mau ngerti keadaan gue. Gue ke kelas duluan ya”
            Aku pun berlalu dan meninggalkan Rifki yang lagi ngemil coki – coki di taman. Sekarang aku harus bagaimana? Rina dan Dian sudah salah paham gini. Gue capek kalau begini caranya. Apa gue harus jujur sama mereka? Tapi gak mungkin banget. Yang ada persahabatan yang udah dijalin selama tiga tahun ini hilang begitu saja. Aku gak mau itu terjadi. Aku sayang banget sama Rina, Dian dan juga Sari. Bel pun berbunyi dan ujian diklat kedua pun dimulai. Semoga aku bisa konsentrasi dengan baik.
            Sampai pada akhir gari ujian, Sari tak kunjung masuk. Aku dipanggil guru BP untuk menjadi sumber informasi tentang Sari. Aku sudah janji dengan Sari gak akan buka mulut dengan siapa pun. Tapi mereka tetap memaksa aku. Selagi aku disidang di ruang BP, Rina dan Dian dating juga sebagai saksi. Mereka malah menuduh aku yang sebenrnya tahu Sari bagaimana. Benar – benar harga diri aku dijatuhkan di depan guru BP. Sampai dua hari berturut – turut aku disidang terus sama guru BP. Karena tak tahan menyimpan ini sendirian, aku memikirkan tawaran Rifki. Saat pulang sekolah, aku dan Rifki ke Mall daerah Kuningan. Aku ceritakan semua. Rifki tampak serius dan kaget ketika mendengar pernyataan aku.
“Loe yakin dengan perkataan loe barusan? Jadi, dari kemarin – kemarin loe nyimpen in semua sendirian? Gue yakin loe setres berat”
“Iya, Rif. Habisnya baru sekarang gue gak tahan. Loe tahu sendiri di depan guru BP gue malah dijatuhin sama Dian dan Rina”
“Loe mau main gak? Kita ke Timezone, yuk. Loe lagi butuh refreshing tuh”
“Rif, loe emang sahabat gue yang bisa ngertiin gue banget”
            Aku pun menerima ajakan Rifki. Tapi, kenapa gue jadi deg – degan gini jalan sama Rifki? Ah, mungkin karena gue kagum aja sama Rifki karena dia bisa jadi badut gue saat gue jenuh.. Hahahahaha. Rifki pun membeli tiket permainan di Timezone. Kita bermain sampai lupa waktu gitu.
“Huft… Capek banget gue. Loe enak, Mon. Cuma maen yang ringan kayak anak kecil” ucap Rifki sambil menggandeng bahu aku.
“Eh, yang penting tiket bonusnya banyakan gue. Hahahaha.. By the way, makasih ya, Rif…” belum sempat melanjutkan Rifki langsung menggenggam tanganku dan memeluk aku erat banget, seperti enggan melepaskannya. Tak lama ia langsung menatapku tajam. Suerrrr banget aku deg – degan setengah mampus. Matanya Rifki emang paling TOP untuk menaklukkan cewek. Apa lagi Wika ampe klepek – klepek kali ya kalau ditatap kayak gini?
“Loe kenapa pucet gitu gue liatin?” ucap Rifki sambil senyum geli.
“Ah, kampr*t loe!! Gue takut gila loe liatin kayak gitu. Kenapa sih loe? Ada yang aneh sama gue?” jawabku sambil melepas genggaman tangannya Rifki dan langsung berbalik kebelakang dan berjalan santai. Dan ternyata Rifki menarik tanganku.
“Loe juga pasti ngerasain hal yang sama kayak gue? Loe jawab jujur Monda!” ucap Rifki.
Spontan aku mendengarnya. Hadduh, mengapa jadi kaku gini? Padahal tadi biasa aja? Monda, kamu pasti mimpi dan salah nangkep pembicaraan deh. Tapi hati aku juga kenapa jadi gini. Seakan – akan aku lagi jatuh….. Astaga!!!! Jatuh cinta??? Sama Rifki??? Oh My God,, No!!!!!!! kau refleks langsung melepaskan tanganku.
“Kita pulang sekarang, yuk. Gue udah capek banget” rayu aku kayak anak kecil.
“Ya, deh. Emang loe udah kelihatan capek tuh!” jawab Rifki sambil menghampiri aku dan kita langsung pulang.

Kapas Cinta di Persahabatan eps. 3


Sehari setelah Sari bermalam dirumahku, tiba – tiba aku dapat kabar yang mengejutkan dari Omku. Dia bilang perusahaan milik keluarga Dika sudah di cabut dari kepemilikan. Aku juga gak ngerti, itu juga om ngirim lewat pesan email. Bagaimana mencari Dika ya? Kasihan Sari sekarang dia yang harus tanggung sendiri tanpa ada yang membantunya. Sekarang aku harus ke sekolah untuk mengecek apa Sari masuk atau tidak.
“Bi, yang lain pada kemana?” tanyaku pada bibi yang lagi menyiapkan sarapan.
“Duh, mba tadi bapak dan ibu gak sempet pamit sama kamu. Katanya mba dibanguninnya susah. Mereka kalo gak salah mau keluar kota untuk beberapa hari ini.” Jawab bibi seadanya.
“Kok gitu sih? Udah jadi calon anak tiri lagi nih gue, bi.” Jawabku kesal dan langsung berangkat kesekolah.
            Sesampainya disekolah, pelan – pelan aku perhatikan tiap koridor apakah Sari ada disitu atau tidak. Hm….. Sejenak aku ke kantin sebentar. Oupsss… Wika menumpahkan minuman mocca ke bajuku.
“Oupsss…. Maaf ya, gue gak sengaja” ucap Wika dengan nada sinis.
“Kalo loe mau sengaja juga gak kenapa sih, tapi biar infas………….” semua terdiam dan aku mengambil minuman Wika dan menumpahkan juga kebaju Wika.
“Gue juga mau dong, tapi gue sengaja” jawabku sinins juga.
Wika terlihat kesal karena aku menumpahkan minuman itu persis yang dilakukan Wika ke aku.
“Loe, ya!! Berani loe sama gue? Dasar cewek ganjen!” ucap Wika.
“Yang ganjen tuh siapa? Lagian loe tuh siapa disini? Donatur bukan, yang punya sekolah bukan, bayaran aja belum lunas. Udah ah, percuma rebut gak jelas sama loe, hanya membuang banyak waktu.!” Aku langsung berpaling dan meninggalkan Wika.
            Kejadian tadi sempat membuat aku kesal, tapi aku kalahkan dahulu rasa kesalku, hari ini harus fokus untuk menolong Sari dari masalahnya. Terlihat dari jauh sudut koridor kelas, ada Rina dan Dian yang lagi ngobrol sambil berjalan. Di dekat ruang guru juga ada Rifki yang lagi bawa buku anak – anak sekelas. Di pinggiran tangga si Adnan sama Eko. Aku pun melangkahkan kakiku ke kelas dengan kecepatang tinggi. Karena cepatnya jalanku, aku pun menoleh kebelakang tak sadar langsung, GUBRAK. !!!! Gue nabrak orang lagi. But kali ini kayaknya beda banget rasanya. Ough…… Sakitnya kepalaku.. Aku nabrak tiang koridor. Anak – anak yang ada disitu pada ngetawain aku. Oh, mamamama,,, malu banget. Eh, ada cowok yang nolongin aku waktu aku bangun sempoyongan gitu. Aku ngerasa deket banget sama dia. Padahal aku gak tahu dia siapa karena mata aku juga masih kunang – kunang. Saat aku menegaskan penglihatan aku kembali, ternyata yang menolongku ini adalah cowok yang waktu itu nabrak aku juga. Kenapa pertemuan aku dan dia selalu dengan judul adegan kayak gini? Apa gak ada judul yang bagus gitu. Cowok itu tersenyum padaku.
“Thanks ya, kenapa selalu loe yang nolong gue? Tadi kan gue gak nabrak loe. ATpi gue nabrak tiang” tanyaku.
“Ya sama- sama juga terima kasihnya. Oh, mungkin hanya kebetulan saya lewat dan kamu juga tertabrak juga dan kita ketemu lagi deh” jawabnya.
Rifki memandangi aku yang lagi oon banget. Rina dan Dian langsung menghampiri aku. Sedangkan genknya Wika malah asyik – asyiknya ngetawain aku.
“Oh, iya waktu itu loe nanya nama gue, tapi gue belum tahu loe siapa?” tanyaku.
“Hey, Mon. Loe gak kenapa – kenapa kan? Loe napa tadi kayaknya buru – buru banget, ya?” Tanya Dian yang memotong pembicaraan aku dan cowok itu.
“Ah, gue gak kenapa – kenapa kali. Mungkin karena gue tadi ngeliat setan lewat jadi nabrak deh” ucapku sambil ketawa. Tapi cowok itu malah kabur tahu kemana jalannya.
“Di, loe tahu cowok yang tadi disamping gue gak?” tanyaku.
“Au, tadi langsung cabut, napa? Romeo loe ya? Karena udah nolongin loe gitu? Jawab Dian.
“Udahlah, Mon. Jangan mimpi disiang bolong kayak gini” sambung Rina. Kami pun langsung menuju kelas. Hari ini adalah hari pertama untuk ulangan semester ganjil. Pelajaran yang pertama adalah Agama dan Pkn. Duduk sendiri dengan nomor perserta yang abjadnya mulai dari A. Satu ruangan hanya ada 15 orang. Kebetulan aku diruang satu. Dian diruang dua, Rina, Rifki dan Sari diruang empat. Pas banget bel mulai ujian pun dimulai.